DIGIMEDIA.ID – “Saya mohon maaf jika seandainya pernyataan itu membuat gaduh di masyarakat. Maksud saya baik tapi mungkin waktu dan kondisinya tidak tepat.” Ucap Zulkarnain Tanipu, Wakil Kepala Sekolah SMKN 1 Kota Gorontalo, Usai dipanggil oleh Kadis Dikbud Rusli Nusi pada Senin, (16/9/2024) pihaknya memberikan penjelasan terkait dengan ungkapan kreativitas siswa.
Memang, pernyataannya dianggap beberapa pihak sebagai pembenaran atas insiden di SMKN 1 Gorontalo, Sehingga memicu kemarahan dan tanggapan negatif dari publik Luas. Namun, benarkah demikian?
Ketidaksepahaman atas Konteks
Peristiwa itu bermula pada Selasa sore, ketika empat siswa SMKN 1 Kota Gorontalo terekam melakukan tindakan pemukulan terhadap salah satu rekannya.
Keesokan harinya, sekolah segera menggelar konferensi kasus yang melibatkan para orang tua siswa.
Di tengah mediasi, Zulkarnain menyampaikan pernyataannya, yang diakuinya berangkat dari perspektif seorang guru.
“Sebagai guru, kami punya perspektif jangan langsung memvonis anak-anak itu nakal, kita pandang ini sebagai kreativitas,” ucapnya.
Saat itu, pihak sekolah belum mengetahui keseluruhan cerita, termasuk video yang kemudian viral pada Rabu malam.
Kondisi tersebut, menurut Zulkarnain, memicu ketidaksepahaman. Niatnya adalah untuk tidak buru-buru menghukum siswa, tapi perspektif yang disampaikannya justru terjebak dalam pusaran opini publik.
“Itu semacam mediasi untuk mendengarkan penjelasan dari orang tua,” tambahnya.
Antara Empati dan Ketegasan
Sikap Zulkarnain sendiri menggambarkan dilema yang sering dihadapi oleh para pendidik di indonesia, apalagi di zaman perkembangan teknologi dan informasi berkembang sangat cepat seperti sekarang ini.
Di satu sisi, empati kepada siswa yang pada dasarnya masih dalam tahap pencarian jati diri dianggap penting.
Tetapi di sisi lain, tindakan tegas terhadap kekerasan dan perilaku yang melanggar norma juga tak bisa diabaikan.
Inilah yang membuat pernyataannya dianggap sebagian kalangan sebagai bentuk permisivitas.
Walau demikian, Zulkarnain dengan tegas membantah bahwa ia membenarkan aksi minum minuman keras atau pemukulan yang terjadi.
Waktu yang Salah, Pernyataan yang Keliru
Dalam kasus ini, Zulkarnain dihadapkan dengan penyampaian pesan yang kurang tepat dan momentum yang tak berpihak.
Kecepatannya merespons melalui konferensi kasus, bahkan sebelum video viral itu tersebar, akhirnya menjadi pedang bermata dua.
Alih-alih menjadi jembatan penyelesaian masalah, pernyataannya justru memicu kesalahpahaman lebih lanjut.
Kini, tanggung jawab ada pada pihak sekolah dan Dinas Pendidikan untuk mengembalikan fokus publik kepada penyelesaian kasus secara adil.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Gorontalo, Rusli Nusi, sudah memanggil pihak sekolah untuk meminta klarifikasi dan penjelasan.
Rusli berharap permasalahan ini bisa menjadi pelajaran, baik bagi institusi pendidikan maupun masyarakat, bahwa tidak ada tempat bagi kekerasan dalam lingkungan sekolah, tanpa mengabaikan proses penanganan yang tepat dan mendidik.
Ini mengingatkan kita bahwa dalam dunia pendidikan, kata-kata memiliki bobot dan efek yang luar biasa.
Apa yang terdengar baik di satu forum, bisa menjadi kontroversi besar di forum lain, tergantung waktu, konteks, dan emosi yang bermain di baliknya.
Ketika siswa sebagai bagian dari masa depan bangsa terlibat dalam tindakan-tindakan yang tak sepatutnya, cara pendidik menyikapi mereka bisa menentukan arah perkembangan karakter anak-anak ini.
Apakah sikap kita sebagai masyarakat sudah benar dalam memahami konteks atau justru menambah beban bagi mereka yang bertugas mendidik generasi penerus?(*)