Scroll Untuk Tutup Iklan
Ekonomi

Sofian Ibrahim Tekankan Pentingnya Ketahanan Pangan Desa dalam Pengendalian Inflasi

269
×

Sofian Ibrahim Tekankan Pentingnya Ketahanan Pangan Desa dalam Pengendalian Inflasi

Sebarkan artikel ini
Illustrasi, Inflasi.

DIGIMEDIA.ID – Dengan inflasi yang kerap menjadi momok bagi stabilitas ekonomi, khususnya menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) seperti Natal dan Tahun Baru, Pemerintah Provinsi Gorontalo menunjukkan langkah dan keseriusan untuk mengatasinya.

Saat High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang berlangsung di Aula Bank Indonesia Perwakilan Gorontalo, Jumat (6/12), berbagai langkah strategis dibahas demi meredam lonjakan harga komoditas yang berpotensi mengguncang daya beli masyarakat.

Namun, apakah rekomendasi yang disampaikan cukup untuk menahan gempuran inflasi musiman yang sudah menjadi pola berulang setiap tahun?

Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo, Sofian Ibrahim, telah mengusulkan empat rekomendasi strategis.

Dari pemantauan harga komoditas hingga gerakan pangan murah, langkah-langkah ini tampak relevan.

Tetapi akar masalah inflasi di tingkat daerah sering kali lebih kompleks, melibatkan ketimpangan rantai pasok, dominasi pedagang besar, hingga ketergantungan pada komoditas impor.

Sebagai contoh, komoditas seperti cabai rawit, bawang putih, dan minyak goreng kerap menjadi biang kerok inflasi.

Masalahnya, suplai komoditas ini di Gorontalo sering kali bergantung pada pasokan dari luar daerah. Ketergantungan ini membuat harga lokal rentan terhadap fluktuasi pasar nasional, bahkan internasional.

“Kita harus memanfaatkan early warning system untuk memantau harga komoditas pangan bergejolak seperti cabai rawit, daging ayam, bawang merah, dan minyak goreng. Jika kita tidak antisipasi sejak awal, risiko inflasi jelang Natal dan Tahun Baru akan meningkat signifikan,” tegas Sofian.

Namun, pemantauan saja tidak cukup. Di tengah tantangan distribusi yang masih lemah, pengawasan perlu diiringi dengan langkah konkret untuk memperbaiki logistik dan meningkatkan produksi lokal.

Begitu juga dengan usulan pasar murah bersubsidi adalah langkah populer yang kerap diambil pemerintah daerah untuk menenangkan keresahan masyarakat.

Solusi ini bersifat sementara dan tidak menyentuh inti masalah. Pasar murah bisa meringankan beban konsumen sesaat, tetapi bagaimana dengan keberlanjutan harga komoditas setelah program ini selesai?

Salah satu rekomendasi menarik yang disampaikan adalah menjaga ekspektasi masyarakat melalui edukasi konsumsi bijak. Langkah ini dapat membantu mengurangi lonjakan permintaan yang sering kali menjadi penyebab utama kenaikan harga.

“Kita harus mengedukasi masyarakat agar tidak konsumtif secara berlebihan. Berbelanja dengan bijak adalah kunci untuk mengurangi tekanan permintaan yang memicu inflasi,” kata Sofian.

Lebih lanjut, dorongan untuk memperkuat ketahanan pangan berbasis keluarga dan desa adalah ide yang layak diapresiasi.

Ketahanan pangan lokal dapat menjadi tameng jangka panjang terhadap gejolak harga komoditas.

Tetapi, tanpa dukungan berupa pelatihan, akses permodalan, dan pemasaran hasil produksi, rekomendasi ini dikhawatirkan hanya akan menjadi jargon semata.

“Kita perlu mendorong kabupaten dan kota untuk fokus pada ketahanan pangan berbasis keluarga dan desa. Ini adalah investasi jangka panjang agar inflasi dapat dikendalikan dari level komunitas,” pungkasnya.(*)

UMGO

Maaf, Halaman ini Tidak Bsa Di Copy