DIGIMEDIA.ID – “Gorontalo memiliki potensi besar di sektor pertanian, tetapi untuk wilayah Sulawesi, pertumbuhan ekonomi kita masih tertinggal,” kata Mukhamad Mukhanif, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo, saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) di Grand Q Hotel.
Penyerapan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Gorontalo, seperti yang diungkapkan Mukhanif, masih berada pada titik yang memprihatinkan.
Berdasarkan survei terbaru, 36 persen petani mengeluhkan kurangnya agunan sebagai alasan utama mengapa mereka tidak bisa mengakses dana KUR.
Selain itu, 26 persen petani merasa proses pengajuan terlalu rumit, dan 11 persen lainnya bahkan tidak tahu bagaimana cara mengajukan KUR. “
“Hasil ini menunjukkan bahwa literasi dan inklusi keuangan masih menjadi masalah serius di Gorontalo,” ujar Mukhanif.
KUR, yang sejatinya diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat kecil, justru terhambat oleh masalah-masalah klasik yang terus berulang.
Menurut Mukhanif, hal ini semakin diperparah dengan rendahnya literasi keuangan di kalangan petani, yang sebagian besar tidak memiliki pengetahuan memadai tentang prosedur pengajuan KUR.
“Berdasarkan sensus pertanian 2013, kita sudah melihat ada kesenjangan di sini, dan sayangnya, meskipun hasil survei 2023 belum dipublikasikan, situasinya belum banyak berubah,” katanya.
Fakta bahwa Gorontalo adalah salah satu provinsi dengan kontribusi sektor pertanian yang signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) membuat persoalan ini semakin mendesak untuk diatasi.
Sebagai provinsi agraris, perekonomian Gorontalo sangat bergantung pada hasil-hasil pertanian, mulai dari jagung, padi, hingga kelapa.
Namun, ironisnya, meski sektor ini memberikan kontribusi besar, pertumbuhan ekonomi Gorontalo di tingkat Sulawesi masih yang terendah.
Beberapa faktor lain turut memperparah keadaan ini. Infrastruktur keuangan yang belum optimal, seperti minimnya jumlah bank atau lembaga keuangan yang melayani daerah-daerah pedesaan, menjadi hambatan tersendiri.
Selain itu, banyak petani yang masih terjebak dalam pola pikir tradisional, merasa tidak yakin atau takut berurusan dengan pinjaman bank, meskipun KUR seharusnya ditujukan untuk membantu mereka.
Harapan tetap ada. Mukhanif menekankan pentingnya langkah-langkah strategis untuk mengatasi berbagai kendala tersebut.
Pemerintah daerah dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) diharapkan dapat meningkatkan upaya edukasi keuangan di kalangan petani, sehingga mereka lebih paham tentang manfaat dan cara mengakses KUR.
“Kami berharap, dengan adanya perbaikan dari sisi literasi dan inklusi keuangan, penyerapan dana KUR di Gorontalo dapat meningkat, dan ini akan memberikan dampak positif bagi pengembangan sektor pertanian serta perekonomian daerah,” ucap Mukhanif optimis.
Upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan penyederhanaan proses pengajuan KUR dan penyediaan solusi agunan yang lebih fleksibel bagi petani kecil.
Tanpa agunan yang memadai, akses terhadap pinjaman ini akan tetap menjadi tantangan besar bagi banyak petani di Gorontalo.
Langkah-langkah tersebut sangat penting tidak hanya untuk meningkatkan penyerapan KUR, tetapi juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Gorontalo secara keseluruhan.
Jika sektor pertanian dapat berkembang lebih pesat dengan dukungan pembiayaan yang memadai, maka bukan tidak mungkin Gorontalo akan segera keluar dari posisi terendah dalam pertumbuhan ekonomi Sulawesi.
Mukhanif mengingatkan bahwa perekonomian Gorontalo tidak bisa hanya bergantung pada sektor pertanian tanpa adanya peningkatan akses keuangan bagi petani.
“Kita harus bersama-sama mencari solusi agar potensi besar di bidang pertanian ini tidak terbuang percuma. Literasi keuangan harus ditingkatkan, dan sistem perbankan harus lebih responsif terhadap kebutuhan petani,” tegasnya.(*)