DIGIMEDIA.ID – Upaya Bulog dalam menyerap gabah hasil panen petani di Gorontalo masih menghadapi tantangan besar.
Salah satu kendala utama adalah kebiasaan petani yang lebih memilih menyimpan gabah daripada menjualnya.
Hal ini menjadi perhatian dalam rapat koordinasi yang digelar pada Rabu, 12 Februari 2025, yang melibatkan Bulog Kanwil Sulutgo, Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo.
Kepala Bulog Kanwil Sulutgo menegaskan bahwa pemerintah menargetkan serapan gabah oleh Bulog Gorontalo mencapai 1.200 ton hingga April 2025.
Namun, pola pikir petani yang masih terbiasa menyimpan gabah sebagai cadangan sendiri menjadi tantangan tersendiri.
Menurutnya, kondisi ini berbeda dengan daerah lain yang lebih aktif menjual gabah ke Bulog atau mitra penggilingan.
Untuk itu, berbagai strategi disiapkan agar serapan gabah bisa berjalan optimal.
Kebiasaan petani menyimpan gabah bukan tanpa alasan, Sebagian besar petani menganggap gabah sebagai cadangan pangan bagi keluarga mereka.
Dengan menyimpan gabah, mereka merasa lebih aman dari kemungkinan lonjakan harga beras di masa mendatang.
Selain itu, fluktuasi harga di pasar juga membuat petani ragu untuk menjual gabahnya.
Mereka khawatir harga akan naik setelah mereka melepas hasil panennya, sehingga lebih memilih untuk menunggu momen yang dianggap lebih menguntungkan.
Di sisi lain, akses pasar yang terbatas juga menjadi kendala, Tidak semua petani memiliki hubungan langsung dengan pembeli besar atau Bulog, sehingga mereka lebih bergantung pada tengkulak atau pengepul yang sering kali menawarkan harga lebih rendah dibandingkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Beberapa petani bahkan lebih memilih menggiling gabah sendiri untuk konsumsi atau dijual dalam bentuk beras, yang dianggap lebih menguntungkan.
Kurangnya sosialisasi mengenai mekanisme pembelian gabah oleh Bulog juga membuat banyak petani ragu untuk terlibat dalam program ini, terutama terkait dengan persyaratan administrasi dan sistem pembayaran.
Untuk mengatasi tantangan ini, Bulog menawarkan tiga mekanisme pembelian gabah.
Pertama, pembelian melalui mitra penggilingan yang telah terdaftar di Bulog.
Kedua, pembelian langsung dari petani yang kemudian diolah oleh mitra penggilingan melalui sistem sewa atau jasa.
Ketiga, pembelian gabah yang langsung dilakukan oleh mitra penggilingan yang bekerja sama dengan Bulog.
Selain itu, harga pembelian telah ditetapkan sebesar Rp 6.500 per kilogram untuk gabah kering panen (GKP) dan Rp 12.000 per kilogram untuk beras di gudang Bulog.
Standar kualitas pun diperjelas agar petani mendapatkan harga yang sesuai, dengan ketentuan kadar air maksimal 14%, patahan beras maksimal 25%, serta derajat sosoh 95%.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo menilai bahwa berdasarkan data perkiraan panen, daerah ini sebenarnya mampu memenuhi target serapan Bulog.
Namun, diperlukan upaya sosialisasi yang lebih intensif agar petani terbiasa menjual gabahnya ke Bulog.
“Perkiraan panen mencukupi target Bulog, tapi petani Gorontalo belum terbiasa menjual gabah,” ujarnya.
Program penyerapan gabah dari petani yang digagas pemerintah daerah bukan sekadar langkah stabilisasi harga, tetapi juga membuka peluang besar untuk meningkatkan kualitas beras Gorontalo di pasar yang lebih luas.
Dengan meningkatnya produksi gabah setiap musim panen, pemerintah melalui dinas terkait memastikan hasil panen petani tidak hanya terserap dengan harga yang layak, tetapi juga mengalami peningkatan kualitas melalui proses pengolahan yang lebih baik.(*)