DIGIMEDIA – Provinsi Gorontalo mencatat sebanyak 1.257 kasus HIV/AIDS sejak tahun 2001 hingga akhir 2024. Dari jumlah tersebut, pelajar, mahasiswa, dan pekerja menjadi kelompok yang paling banyak terdampak.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menyebutkan, sebanyak 217 kasus berasal dari kalangan wiraswasta, 132 dari pekerja salon dan tata rias, serta 127 dari pelajar dan mahasiswa.
Hal ini menunjukkan bahwa HIV/AIDS kini tidak lagi hanya menyasar kelompok tertentu, tetapi juga mulai mengintai generasi muda yang aktif secara sosial dan ekonomi.
Dari total kasus, laki-laki mendominasi dengan 1.015 kasus, terdiri dari 575 HIV dan 440 AIDS. Sementara pada perempuan, tercatat 242 kasus, dengan rincian 131 HIV dan 111 AIDS.
“Ini bukan sekadar angka, tetapi menunjukkan bahwa penyebaran HIV/AIDS di Gorontalo sudah memasuki semua lini masyarakat, termasuk anak muda yang seharusnya menjadi harapan masa depan,” kata Wakil Gubernur Gorontalo, Idah Syahidah Rusli Habibie, Jumat (16/5/2025), dalam kegiatan Technical Assistant Viral Load HIV Program di Ballroom Grand Q Hotel, Kota Gorontalo.
Menurut data Dinas Kesehatan, kelompok GWL (gay, waria, dan lesbian) tercatat sebagai penyumbang kasus terbanyak dengan 591 kasus, disusul hubungan seksual bebas sebanyak 431 kasus, serta hubungan biseksual 100 kasus.
Idah Syahidah juga menyoroti tren peningkatan jumlah lelaki seks lelaki (LSL), terutama saat kegiatan pemeriksaan viral load di bulan Ramadan lalu.
“Banyak wajah baru yang belum pernah kami lihat sebelumnya, dan setelah diperiksa, mereka terjangkit HIV. Saat ditanya, mereka mengaku melakukan free sex dengan sesama jenis,” ungkapnya.
Melihat tren yang mengkhawatirkan ini, pemerintah provinsi mendorong penguatan edukasi dan penghapusan stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Idah mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan membuka ruang diskusi tanpa prasangka.
“Jauhi penyakitnya, bukan orangnya. HIV tidak menular lewat jabat tangan, makan bersama, atau mengobrol. Yang menular adalah perilaku berisiko seperti seks bebas dan penggunaan jarum suntik bergantian,” tegasnya.
Ia juga mengajak para konten kreator untuk turut menyebarkan edukasi digital yang positif. “Ayo teman-teman, buat konten yang mengedukasi tentang pencegahan HIV. Masyarakat perlu tahu bagaimana melindungi diri sejak dini,” ajaknya.
Penyebaran HIV/AIDS yang kini merambah kalangan pelajar dan pekerja menimbulkan kekhawatiran baru. Tanpa penanganan yang cepat dan pendekatan berbasis edukasi, jumlah kasus dikhawatirkan terus meningkat.
Dengan dukungan masyarakat, pemangku kebijakan, dan media, diharapkan angka penularan bisa ditekan dan stigma terhadap ODHA bisa dihapuskan. Sebab dalam perang melawan HIV/AIDS, kesadaran kolektif menjadi senjata utama.(*/Rizal)