DIGIMEDIA.ID – Produksi upiya ilamango, songkok khas Gorontalo, kini menghadapi tantangan besar.
Tanaman mintu dan rotan yang menjadi bahan baku utama kian sulit didapat, mengancam keberlanjutan produksi kerajinan yang juga dikenal sebagai upiya karanji tersebut.
Kondisi ini memaksa para pengrajin dan pelaku usaha mencari solusi mandiri.
Salah seorang pelaku usaha upiya ilamango, Syamsul Rahim mengungkapkan bahwa kelangkaan bahan baku menjadi hambatan utama dalam mempertahankan warisan budaya ini.
Sebagai langkah antisipatif, mereka mulai merencanakan budidaya tanaman mintu dan rotan di pekarangan rumah masing-masing.
“Bahan baku pembuatan upiya karanji saat ini memang terus berkurang. Karena itu kami sudah mulai memikirkan bagaimana kalau bahan baku ini kita tanam di pekarangan atau seperti apa, sehingga masalah ini tidak lebih berkepanjangan ke depan,” ujar Syamsul dkutip dari saluran rri, Minggu (16/02/2025).
Langkah kolektif ini diharapkan dapat memastikan produksi upiya ilamango tetap berjalan dan tetap menjadi simbol budaya Gorontalo yang dikenal luas, baik di dalam maupun luar daerah.
Meskipun menghadapi kendala bahan baku, prospek penjualan upiya ilamango masih menjanjikan. Menurut Syamsul, produk ini tetap diminati, terutama untuk acara adat dan budaya.
Pasar pariwisata serta ekonomi kreatif juga terus memberikan peluang bagi pengrajin untuk berkembang.
“Pemerintah memang tidak memberikan bantuan secara langsung kepada para pelaku usaha, tapi pemerintah memberikan dukungan berupa imbauan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk memiliki upiya karanji. Cara pemerintah ini membuat produk-produk upiya karanji menjadi terjual,” jelasnya.
Dengan upaya budidaya mandiri serta dorongan dari berbagai pihak, para pengrajin berharap upiya ilamango tetap lestari dan terus berkembang sebagai bagian dari identitas budaya Gorontalo.(*)